Rabu, 09 Desember 2009

Sayyidah Nafisah Guru Imam Syafi’i


        Sayyidah Nafisah adalah putri Hasan al-Anwar bin Zaid bin Hasan bin Ali dan Sayyidah Fathimah az-Zahra', putri Rasululullah Saw. Sayyidah Nafisah dilahirkan di Mekah al-Mukarramah, 11 Rabiul awal 145 H. Pada tahun 150 H, Hasan menjabat sebagai Gubernur Madinah dan ia membawa Sayyidah Nafisah yang baru berusia lima tahun ke Madinah. Di sana Sayyidah Nafisah menghafal Al-Qur'an, mempelajari tafsirnya dan senantiasa menziarahi makam datuknya, Rasulullah Saw. Sayyidah Nafisah terkenal zuhud, berpuasa di siang hari dan bangun di malam hari untuk bertahajud dan beribadah kepada Allah SWT. Sayyidah Nafisah mulai umur enam tahun selalu menunaikan salat fardu dengan teratur bersama kedua orang tuanya di Masjid Nabawi. Sayyidah Nafisah menikah dengan putra pamannya, Ishaq al-Mu'tamin. Pernikahan itu berlangsung pada tanggal 5 Rajab 161 H. Umur Sayyidah Nafisah ketika itu 16 tahun. Ia dikaruniai seorang putra bernama al-Qasim dan seorang putri bernama Ummu Kultsum. Sayyidah Nafisah menunaikan ibadah haji sebanyak tiga puluh kali, sebagian besar ia lakukan dengan berjalan kaki. Hal tersebut dilakukan karena meneladani datuknya, Imam Husain yang pernah mengatakan, "Sesungguhnya aku malu kepada Tuhanku jika aku menjumpai-Nya di rumah-Nya dengan tidak berjalan kaki." Riwayat-riwayat tentang Sayyidah Nafisah kebanyakan dinisbahkan kepada putri saudaranya, Zainab binti Yahya al-Mutawwaj, yang selalu menyertai dan menemaninya sepanjang hidupnya, serta tidak mau menikah karena ingin selalu melayani dan menyenangkannya. Zainab binti Yahya, saat berbicara tentang Sayyidah Nafisah, mengatakan, "Bibiku hafal Al Qur'an dan menafsirkannya, ia membaca Al Qur'an dengan menangis sambil berdo’a, 'Tuhanku, Mudahkanlah untukku berziarah ke tempat Nabi lbrahim as." Sayyidah Nafisah tahu bahwa Nabi Ibrahim adalah datuk para nabi, jadi datuk dari ayahnya juga, Muhammad Saw. Dan Rasulullah Saw mengatakan, "Akulah yang dimaksud dalam do’a Ibrahim as ketika berdo’a, “Ya Tuhan kami, utuslah kepada mereka seorang rasul di antara mereka yang akan membacakan ayat-ayat Mu kepada mereka dan akan mengajarkan kitab dan hikmah kepada mereka serta akan membersihkan mereka; sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. al-Baqarah: 129)

Hijrah ke Mesir

        Ketika Sayyidah Nafisah menziarahi makam Nabi Ibrahim as, ia ingin menangis. Lalu ia duduk dengan khusyuk membaca Al-Qur'an surat Ibrahim: 35-37. Hari Penyambutan di Kota al-Arisy Ketika Sayyidah Nafisah datang ke Mesir, usianya 48 tahun. Ia tiba pada hari Sabtu, 26 Ramadan 193 H. Sewaktu orang-orang Mesir mengetahui kabar kedatangannya, mereka pun berangkat untuk menyambutnya di kota al-Arisy, lalu bersama-sama dengannya memasuki Mesir. Sayyidah Nafisah ditampung oleh seorang pedagang besar Mesir yang bernama Jamaluddin 'Abdullah al Jashshash, di rumah ini Sayyidah Nafisah tinggal selama beberapa bulan. Penduduk Mesir dari berbagai pelosok negeri berdatangan ke tempatnya untuk mengunjungi dan mengambil berkah darinya. Nafisah khawatir, hal itu akan menyulitkan pemilik rumah. la pun meminta izin untuk pindah ke rumah yang lain. la kemudian memilih sebuah rumah yang khusus untuknya di sebuah kampung di belakang Mesjid Syajarah ad-Durr di jalan al-Khalifah. Kampung itu sekarang dikenal dengan nama al-Hasaniyyah. Penduduk Mesir yang telah mengetahui rumah baru yang ditempati oleh Sayyidah Nafisah, segera mendatanginya. Nafisah merasa dengan banyaknya orang yang mengunjunginya, benar-benar menyulitkannya untuk beribadah. Ia berpikir untuk meninggalkan Mesir dan kembali ke Madinah. Orang-orang mengetahui rencana Nafisah untuk meninggalkan Mesir. Mereka segera kepenguasa Mesir, as-Sirri bin al-Hakam, dan memintanya agar meminta Sayyidah Nafisah untuk tetap tinggal di Mesir. As-Sirri bin al-Hakam kemudian mendatangi Sayyidah Nafisah. Kepada as-Sirri, Sayyidah Nafisah berkata, Dulu, saya memang ingin tinggal di tempat kalian, tetapi aku ini seorang wanita yang lemah. Orang-orang yang mengunjungiku sangat banyak, sehingga menyulitkanku untuk melaksanakan wirid dan mengumpulkan bekal untuk akhiratku. Lagi pula, rumah ini sempit untuk orang sebanyak itu. Selain itu, aku sangat rindu untuk pergi ke raudhah datukku, Rasulullah Saw." Maka as-Sirri menanggapinya, "Wahai putri Rasulullah, aku jamin bahwa apa yang engkau keluhkan ini akan dihilangkan. Sedangkan mengenai masalah sempitnya rumah ini, maka aku memiliki sebuah rumah yang luas di Darb as-Siba' Aku bersaksi kepada Allah bahwa aku memberikan itu kepadamu. Aku harap engkau mau menerimanya dan tidak membuatku malu dengan menolaknya." Setelah lama terdiam, Sayyidah Nafisah berkata, 'Ya, saya menerimanya." Kemudian ia Mengatakan, Wahai Sirri, apa yang dapat aku perbuat terhadap jumlah orang yang banyak dan rombongan yang terus berdatangan? “Engkau dapat membuat kesepakatan dengan mereka bahwa waktu untuk pengunjung adalah dua hari dalam seminggu. Sedangkan hari-hari lain dapat engkau pergunakan untuk ibadahmu, jadikanlah hari Rabu dan Sabtu untuk mereka," kata as-Sirri lagi. Sayyidah Nafisah menerima tawaran itu. Ia pun pindah ke rumah yang telah diberikan untuknya dan mengkhususkan waktu untuk kunjungan pada hari Rabu dan Sabtu setiap minggu.

Seorang Guru bagi para ulama Sufi, Fuqoha dan Muhadistin.

Perjumpaan Imam Syafi’i Ra dengan Sayyidah Nafisah Di rumah ini, Sayyidah Nafisah dikunjungi oleh banyak fuqaha, tokoh-tokoh tasawuf, dan orang-orang saleh. Di antara mereka adalah Imam Syafi’i, Imam 'Utsman bin Sa’id al-Mishri, Dzun Nun al-Mishri, Al Mishri as-Samarqandi, Imam Abubakar al-Adfawi dan banyak ulama lain. Imam Syafi’i datang ke Mesir pada tahun 198 H, lima tahun setelah kedatangan Sayyidah Nafisah. Imam syafi’i tinggal di Mesir lebih dari empat tahun. Di sana ia mengarang kitab-kitabnya. Namanya menjadi terkenal karena orang-orang menerima dan mencintainya, dan tersebarlah mazhabnya di tengah-tengah mereka. Di Mesir ia menyusun pendapat mazhabnya yang baru (qaul jadid), yang disusunnya karena adanya perubahan kondisi dan kebiasaan. Hal itu dimuat dalam kitabnya al-Umm. Ketika Imam Syafi’i datang ke Mesir, ia telah menjalin hubungan dengan Sayyidah Nafisah. Hubungan keduanya diikat oleh keinginan untuk berkhidmat kepada akidah Islam. Imam Syafi’i biasa mengunjungi Sayyidah Nafisah bersama beberapa orang muridnya ketika berangkat menuju halaqah-halaqah pelajarannya di sebuah masjid di Fusthath, yaitu Mesjid 'Amr bin al-'Ash. Imam Syafi’i biasa melakukan salat Tarawih dengan Sayyidah Nafisah di mesjid Sayyidah Nafisah. Walaupun Imam Syafi'i memiliki kedudukan yang agung, tetapi jika ia pergi ke tempat Sayyidah Nafisah, ia meminta do’a kepada Nafisah dan mengharap berkahnya. Imam Syafi'i juga mendengarkan hadist darinya. Bila sakit, Imam Syafi’i mengutus muridnya sebagai penggantinya. Utusan itu menyampaikan salam Imam Syafi'i dan berkata kepada Sayyidah Nafisah, "Sesungguhnya putra pamanmu, Syafi'i, sedang sakit dan meminta doa kepadamu." Sayyidah Nafisah lalu mengangkat tangannya ke langit dan mendoakan kesembuhan untuknya. Maka ketika utusan itu kembali, Imam Syafi’i telah sembuh. Suatu hari, Imam Syafi’i menderita sakit. Seperti biasanya, ia mengirim utusan untuk memintakan doa dari Sayyidah Nafisah baginya. Tetapi kali ini Sayidah Nafisah berkata kepada utusan itu, "Allah membaguskan perjumpaan-Nya dengannya dan memberinya nikmat dapat memandang wajah-Nya yang mulia." Ketika utusan itu kembali dan mengabarkan apa yang dikatakan Sayyidah Nafisah, Imam Syafi’i tahu bahwa saat perjumpaan dengan Tuhannya telah dekat. Imam Syafi’i berwasiat agar Sayyidah Nafisah mau menyalatkan jenazahnya bila ia wafat. Ketika Imam Syafi’i wafat pada akhir Rajab tahun 204 H, Sayyidah Nafisah melaksanakan wasiatnya. Jenazah Imam Syafi’i dibawa dari rumahnya di kota Fusthath ke rumah Sayyidah Nafisah, dan di situ ia menyalatkannya. Yang menjadi Imam adalah Abu Ya'qub al Buwaithi, salah seorang sahabat Imam Syafi’i.

Kepergian Seorang Waliyah

Sayyidah Nafisah terkenal sebagai seorang yang zuhud, dan suka beribadah sepanjang hayatnya. Zainab, kemenakan Sayyidah Nafisah, pernah ditanya, "Bagaimana kekuatan bibimu?" Ia menjawab, Ia makan sekali dalam tiga hari. Ia memiliki keranjang yang digantungkan di depan musalanya. Setiap kali ia meminta sesuatu untuk dimakannya, ia dapatkan di keranjang itu. Ia tidak mau mengambil sesuatu selain milik suaminya dan apa yang dikaruniakan Tuhan kepadanya." Salah seorang penguasa pernah memberikan seratus ribu dirham kepadanya dengan mengatakan, "Ambillah harta ini sebagai tanda syukur saya kepada Allah karena saya telah bertobat". Nafisah mengambil uang itu kemudian membagi-bagikannya kepada fakir miskin, orang jompo dan orang yang membutuhkannya sampai habis. Menggali Kuburnya dengan tangannya sendiri Ketika Sayyidah Nafisah merasa ajalnya telah dekat, ia mulai menggali kuburnya sendiri. Kubur itu berada di dalam rumahnya. Ia turun ke dalamnya untuk memperbanyak ibadah dan mengingat akhirat. Al-Allamah al-Ajhuri mengatakan, Nafisah mengkhatamkan Al-Qur'an di dalam kubur yang telah digalinya sebanyak enam ribu kali dan menghadiahkan pahalanya untuk kaum Muslimin yang telah wafat. Ketika sakit, ia menulis surat kepada suaminya, Ishaq al Mu'tamin, yang sedang berada di Madinah dan memintanya datang. Suaminya pun datang bersama kedua anak mereka, al-Qasim dan Ummu Kultsum. Pada pertengahan pertama bulan Ramadan 208 H, sakitnya bertambah parah, sedangkan ia dalam keadaan berpuasa. Orang-orang menyarankannya untuk berbuka demi menjaga kekuatan dan mengatasi sakit yang dideritanya. Ia pun menjawab, "Sungguh aneh! Selama tiga puluh tahun aku meminta kepada Allah agar Ia mewafatkan aku dalam keadaan berpuasa. Maka bagaimana mungkin aku berbuka sekarang? Aku berlindung kepada Allah. Hal itu tidak boleh terjadi selamanya". Kemudian ia membaca surah al-An'am. Ketika sampai pada ayat, "Untuk mereka itu kampung keselamatan (surga) di sisi Tuhan mereka. Dia penolong mereka berkat amalan yang mereka perbuat," (QS. al-An'am: 127) Nafisah lalu mengucapkan kalimat syahadat, dan naiklah rohnya keharibaan Tuhannya Yang Maha Tinggi, berjumpa dengan para nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin. Sebelumnya Nafisah berwasiat kepada suaminya untuk memindahkan jasadnya yang suci dalam peti ke Madinah untuk dimakamkan di sana bersama keluarganya di Baqi'. Namun, penduduk Mesir menentangnya dan menginginkan agar ia dimakamkan di kubur yang telah digalinya dengan tangannya sendiri. Penduduk Mesir mengumpulkan harta yang banyak, lalu menyerahkannya kepada suami Sayyidah Nafisah seraya meminta agar jenazahnya tetap berada di Mesir. Namun suaminya enggan menerima permintaan itu. Malam itu pun mereka lewati dalam keadaan menderita, padahal mereka orang-orang terkemuka. Mereka tinggalkan harta mereka di tempat Sayyidah Nafisah. Ketika pagi, mereka mendatanginya lagi. Akhirnya suami Sayyidah Nafisah memenuhi pemintaan mereka untuk memakamkan istrinya di tempat mereka, namun ia mengembalikan harta mereka. Mereka bertanya kepadanya tentang hal itu. Ia menjawab, "Aku melihat Rasulullah Saw dalam mimpi. Beliau berkata kepadaku, Wahai Ishaq, kembalikan kepada mereka harta mereka dan makamkanlah ia di tempat mereka."


Keramat Sayidah Nafisah

Keramat Sayyidah Nafisah Keramat-keramat yang dinisbahkan kepada Sayyidah Nafisah baik waktu hidup atau sesudah wafatnya sangat banyak. Di antara keramatnya yang terjadi ketika masih hidup, adalah yang berhubungan dengan kesembuhan seorang gadis Yahudi dari penyakit lumpuh. Diceritakan bahwa ketika Sayyidah Nafisah datang ke Mesir, ia tinggal bertetangga, dengan satu keluarga Yahudi yang memiliki seorang anak gadis yang lumpuh. Pada suatu hari, ibu si gadis ingin pergi untuk suatu keperluan. Maka ia tinggalkan anaknya di tempat Sayyidah Nafisah. Ia meletakkan anaknya pada salah satu tiang dari rumah Sayyidah Nafisah. Ketika Sayyidah Nafisah berwudlu, air wudlunya jatuh ke tempat gadis Yahudi yang lumpuh itu. Tiba-tiba Allah memberikan ilham kepada gadis Yahudi itu agar mengambil air wudlu tersebut sedikit dengan tangannya dan membasuh kedua kakinya dengan air itu. Maka dengan izin Allah, anak itu dapat berdiri dan lumpuhnya hilang. Saat itu terjadi, Sayyidah Nafisah sudah sibuk dengan salatnya. Ketika anak itu tahu ibunya telah kembali dari pasar, ia pun mendatanginya dengan berlari dan mengisahkan apa yang telah terjadi. Maka menangislah si ibu karena sangat gembiranya, lalu berkata, "Tidak ragu lagi, agama Sayyidah Nafisah yang mulia itu sungguh-sungguh agama yang benar!" Kemudian ia masuk ke tempat Sayyidah Nafisah untuk menciumnya. Lalu ia mengucapkan kalimat syahadat dengan ikhlas karena Allah. Kemudian datang ayah si gadis yang bernama Ayub Abu as-Saraya, yang merupakan seorang tokoh Yahudi. Ketika ia melihat anak gadisnya telah sembuh, dan mengetahui sebab sembuhnya maka ia mengangkat tangannya ke langit dan berkata, "Maha Suci Engkau yang memberikan petunjuk kepada orang yang Engkau kehendaki dan menyesatkan orang yang Engkau kehendaki. Demi Allah, inilah agama yang benar". Kemudian ia menuju rumah Sayyidah Nafisah dan meminta izin untuk masuk. Sayyidah Nafisah mengizinkanya. Ayah si gadis itu berbicara, kepadanya dari balik tirai. Ia berterima kasih kepada Sayyidah Nafisah dan menyatakan masuk Islam dengan mengucapkan kalimat syahadat. Kisah itu kemudian menjadi sebab masuk Islamnya sekelompok Yahudi yang lain yang tinggal bertetangga dengannya. Diriwayatkan oleh al-Azhari dalam kitab al-Kawakib as-Sayyarah: Ada seorang wanita tua yang memiliki empat anak gadis. Mereka dari minggu ke minggu makan dari hasil tenunan wanita itu. Sepanjang waktu ia membawa tenunan yang dihasilkannya ke pasar untuk dijualnya; setengah hasilnya digunakannya membeli bahan untuk ditenun sedangkan setengah sisanya digunakan untuk biaya makan minum mereka. Suatu ketika, wanita itu membawa tenunannya yang ditutupi kain yang sudah lusuh berwarna merah ke pasar sebagaimana biasanya. Tiba-tiba seekor burung merusaknya dan menyambar kain itu beserta isinya yang merupakan hasil usahanya selama seminggu. Menyadari musibah yang menimpanya, wanita itu pun jatuh pingsan. Ketika sadar, ia duduk sambil menangis. Ia berpikir bagaimana akan memberi makan anak-anak yatimnya. Orang-orang kemudian memberikan petunjuk kepadanya agar menemui Sayyidah Nafisah. Ia pun pergi ke tempat Sayyidah Nafisah dan menceritakan kejadian yang menimpa dirinya seraya meminta doa kepadanya. Sayyidah Nafisah lalu berdoa, "Wahai Allah, wahai Yang Maha Tinggi dan Maha Memiliki, gantikanlah untuk hamba-Mu ini apa yang telah rusak. Karena, mereka adalah makhluk-Mu dan tanggungan-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Berkuasa atas segala sesuatu." Kemudian ia berkata kepada wanita tua itu, "Duduklah, sesungguhnva Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu." Maka duduklah wanita itu menantikan kelapangan atas musibahnya, sementara hatinya terus menangisi anak-anaknya yang masih kecil. Tidak berapa lama kemudian, datanglah sekelompok orang menemui Sayyidah Nafisah. Kemudian mereka berkata kepadanya, "Kami mengalami kejadian yang aneh." Berceritalah mereka kepadanya tentang apa yang mereka alami. Mereka sedang mengadakan perjalanan di laut ketika tiba-tiba terjadi kebocoran dan perahu itu nyaris tenggelam. Tiba-tiba datang seekor burung yang menempelkan kain merah berisi tenunan di lobang itu sehingga lobang tersebut tersumbat dengan izin Allah. Sebagai tanda syukur kepada Allah, mereka memberikan lima ratus dinar kepada Sayyidah Nafisah. Maka menangislah Sayyidah Nafisah, seraya mengatakan, Tuhanku, Penolongku, alangkah kasih dan sayangnya Engkau kepada hamba-hamba-Mu!" Sayyidah Nafisah segera mendatangi wanita tua tadi dan bertanya kepadanya berapa ia menjual tenunannya. "Dua puluh dirham," jawabnya. Sayyidah Nafisah memberinya lima ratus dinar. Wanita itu mengambil uang tersebut, lalu pulang ke rumahnya. Kepada putri-putrinya, ia menceritakan kejadian yang ia alami. Mereka semua datang menemui Sayyidah Nafisah serta mengambil berkah darinya seraya menawarkan diri untuk menjadi pelayannya. Keramat-keramatnya Setelah Wafat Kerarnat-keramat Sayyidah Nafisah setelah wafat juga banyak. Di antaranya, pada tahun 638 H, beberapa pencuri menyelinap ke mesjidnya dan mencuri enam belas lampu dari perak. Salah seorang pencuri itu dapat diketahui, lalu dihukum dengan diikat pada pohon. Hukuman itu dilaksanakan di depan mesjid agar menjadi pelajaran bagi yang lain. Pada tahun 1940, seseorang yang tinggal di daerah itu bersembunyi di mesjid itu pada malam hari. Ia mencuri syal dari Kasymir yang ada di makam itu. Namun, ia tidak menemukan jalan keluar dari mesjid itu dan tetap terkurung di sana sampai pelayan mesjid datang di waktu subuh dan menangkapnya. Allahu Akbar. Allahu Akbar.


Mutiara Kalam Al-Imam Al-Habib Abdullah Bin Alwi Al-Haddad

Hendaklah kamu selalu mengingat nikmat karunia Allah, yang bersifat lahiriah maupun batiniah, yang berkaitan dengan urusan agama maupun dunia, yang dilimpahkan kepadamu. Perbanyaklah rasa syukurmu itu dalam setiap kesempatan, dengan hatimu maupun melalui ucapanmu.
Ungkapan rasa syukur dengan hati adalah dengan menyadari bahwa setiap nikmat yang diperolehnya adalah dari Allah SWT, dan bahwa kegembiraannya ketika menerima suatu kenikmatan yang disebabkan hal itu merupakan salah satu wasilah untuk pendekatan diri kepada-Nya.
Adapun ungkapan syukur melalui lisan adalah dengan memperbanyak puji-pujian kepada Allah, Yang Maha Pemberi kenikmatan. Sedangkan yang melalui anggota-anggota tubuh lainnya adalah dengan mengarahkan semua kenikmatan itu untuk dijadikan sarana mencari keridhoan Allah SWT, disamping menggunakannya sebagai sarana dalam melaksanakan perintah-perintah-Nya.
Jangan sekali-kali memberikan perhatian yang berlebihan dalam urusan rizki, sebab yang demikian itu dapat menghitamkan wajah kalbu dan mengalihkannya dari kebenaran. Hal itu merupakan urusan kaum awam yang diperbudak oleh khayalan-khayalan yang menyesatkan. Hal itu juga merupakan urusan kaum awam yang seluruh pikirannya hanya tertuju kepada cara-cara membuat baik dan memperindah jasmani semata-mata. Sungguh amat sering hal seperti itu dijadikan alat oleh setan yang terkutuk untuk mengalihkan pandangan sebagian orang yang berniat menghadapkan wajahnya kepada Allah SWT, agar mereka berbalik arah dan mengalihkan mereka dari tujuan semula.

KRONOLOGI DAN PERISTIWA KELAHIRAN ALI BIN ABI THALIB as

Ibunda Amirul Mukminin di dalam Ka’bah

Malam jum’at 13 Rajab, seorang wanita mulia istri Abu Thalib, ia mulai merasakan sakit di bagian perutnya, namun setelah dibacakan beberapa nama-nama khusus, akhirnya secara perlahan rasa sakitpun mereda. Ketika Abu Thalib berkehendak memanggil beberapa wanita Quraisy untuk membantu persalinan Fathimah binti Asad, tiba-tiba terdengar suara dari sudut rumahnya, seraya berkata: Wahai Abu Thalib, bersabarlah karena tidak sepantasnya tangan-tangn yang kotor itu menyentuh dan mengusap wali Allah swt.
Pagi hari, ketika Fathimah binti Asad mendengar suara seraya memanggil: Wahai Fathimah datanglah ke rumah kami, kemudian Abu Thalib dan Rasulullah membawa beliau ke Masjidil Haram, Abbas bin Abdul Muthalib yang kala itu duduk di masjid bersama sekelompok jamaah, melihat Fathimah masuk ke dalam Masjidil Haram, dan berhenti dihadapan tembok Ka’bah, dan memandang ke langit seraya berkata: “Wahai pencipta Alam semesta, aku beriman kepadamu, kepada nabi-nabi dan kitab-kitab yang datang dari sisimu. Aku percaya dan membenarkan perkataan kakekku Ibrahim Khalil, dan dulu dialah yang telah membangun rumah ini. Aku bersumpah kepadamu dengan kedudukan seorang yang telah membangun rumah ini, dan dengan kedudukan anak yang aku kandung dalam perutku, yang dengannya aku berbicara dan dengan perilakunya aku mulai merasakan kenyamanan, aku yakin bahwa salah satu tanda ayat-ayatmu adalah kelahiran ini akan engkau permudah”. Tiba-tiba orang-orang yang hadir di Masjidil Haram menyaksikan salah satu bagian tembok Ka’bah terbelah dan Fathimah binti Asad pun masuk kedalam Ka’bah. Kemudian mereka berusaha sedemikian mungkin untuk masuk ke dalam Ka’bah dengan membuka pintu Ka’bah dengan kunci yang mereka miliki, namun usaha itu sia-sia mungkin karena hal ini adalah kehendak Yang Maha Kuasa.Segala yang terjadi pada nabi akhir zaman dan penghulu para nabi, terjadi kembali pada diri Ali as, walaupun Fathimah binti Asad ketika itu hadir dan menyaksikan langsung persalinan Nabi dan memberitakan kejadian itu kepada Abu Thalib, dan Abu Thalib yang sebelumnya pernah mendengar perkataan yang dikatakan padanya, bahwa: “Bersabarlah 30 tahun lagi, Allah akan memberimu seorang anak yang kelahirannya sama dengan Nabi akhir zaman, kecuali dalam kenabian namun ia adalah penerima wasiatnya dan akan menjadi penolongnya”.

Hari Kelahiran Amirul Mukmini as
Hari jumat, Ali bin Abi Thalib as bagaikan matahari yang terbit di ufuk batu merah dalam sudut sebelah kanan Ka’bah. Ketika beliau menginjakkan kakinya ke tanah permukaan Ka’bah, beliau langsung bersujud dan menengadakkan tangnnya ke langit dan berkata: “Aku bersaksi bahwa tiada Tuahn selain Allah dan aku besaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, dengan Muhammad Allah mengakhiri dan menutup kenabian, dan denganku Allah menutup wasiatnya, dan Aku adalah penghulu kaum mukminin”. Kemudain bersabda: “kebenaran telah datang maka kebatilan harus pergi”.Ketika beliau dilahirkan berhala-berhala berjatuhan, langit-langit bercahaya dan setan berteriak: “celakalah berhala-berhala dan para penyembahnya dengan dilahirkannya anak ini”.

Ucapan Amirul Mukminin Ali as Setelah Kelahirannya
Setelah beliau dilahirkan, beliau langsung memberikan salam kepada wanita-wanita surga dan menanyakan keadaan mereka. Dan ketika wanita-wanita surga itu mulai mengendongnya, Ali as pun berkata kepada mereka. Ketika beliau berada dalam pelukan Hawa istri Nabi Adam as, Ali as berkata: Salam atasmu wahai ibunda Hawa, Hawa pun menjawab: Salam atasmu wahai putraku, Ali bin Abi Thalib menanyakan keadaan Nabi Adam, Hawa pun menjawab: ia tenggelam dalam kenikmatan Tuhannya dan berada disisi Tuhannya yang maha pemurah. Pada saat itu ketika beliau(Ali as) berada di dalam Ka’bah, Abu Thalib berteriak di jalan gang dan pasar, seraya berkata: Kabar gembira untuk kalian bahwa wali Allah telah dilahirkan, dengannyalah wasiat dikukuhkan dan disempurnakan.Setelah wanita-wanita surga itu pergi, berdatanganlah para nabi Allah diantara mereka yang hadir adalah Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa dan Nabi Isa (kepada mereka sholawat dan salam). Amirul Mukminin melihat kedatangan mereka menggerak-gerakkan anggota badannya dan tersenyum, dan para nabi mengucapkan salam kepada beliau seraya berkata: “Salam atasmu wahai wali Allah dan Khalifah Rasulullah.”Beliau menjawab salam mereka: “ Salam Atas kalian dan rahmat Allah dan Berkahnya semoga tercurah kepada kalian”. Kemudian satu persatu dari mereka mengendong dan mencium beliau dan mengucapkan pujian-pujian atasnya dan kemudian pergi. Kemudian para malaikat berdatangan dan membawa beliau ke atas langit, dan kemudian dikembalikan lagi ketempatnya, dan sesekali mengungkapkan keutamaan-keutamaan beliau.Fathimah binti Asad berkata: Untuk kedua kalinya Ali dibawa oleh malaikat ke langit dan kemudian dikembalikan namun kali ini beliau sudah terbungkus dengan kain sutra putih yang diambil dari surga, dan mereka berkata kepadaku: “Jagalah ia dari penglihatan orang-orang karena dia adalah wali Allah swt. Ketahuilah seseorang tidak akan masuk surga kecuali ia menerima, mengakui dan membenarkan wilayah, imamah dan kepemimpinannya. Beruntunglah bagi orang yang mengikutinya dan celakalah bagi orang yang berpaling darinya. Siapa saja yang bergabung dengannya dia akan selamat dan barang siapa yang diam dan tidak bergabung dengannya maka ia akan jatuh tenggelam”. Kemudian mereka membisikkan sesuatu ditelinganya yang aku sendiri tidak memahaminya. Kemudian mereka menciumnya dan berdiri kemudian pergi, aku tidak tahu dari mana mereka keluar.

Tiga Hari di Ka’bah
Fathimah binti Asad setelah tiga hari menjadi tamu Allah, bersiap-siap untuk keluar dari dalam Ka’bah sambil menggendong anaknya yang baru lahir itu, tiba-tiba terdengar suara ghaib seraya berkata: “Wahai Fathimah, berilah nama bayi yang baru lahir ini dengan nama Ali, karena aku adalah Tuhan yang yang maha tinggi(aliul a’la), aku memberinya nama yang kuambil dari namaku, dan aku mengajarkannya adab, dan padanya aku serahkan perkaraku, dan aku beri tahukan kepadanya kesukaran dan kerumitan ilmuku, dia lahir di rumahku, dialah orang pertama yang mengumandangkan azan disebagian belahan rumahku, dan menghancurkan berhala-berhala, dan dialah yang menjatuhkan mereka dari atas Ka’bah ke tanah. Beruntunglah bagi orang-orang yang mencintainya, mentaatinya dan menjadi penolongnya. Dan celakalah bagi orang-orang yang membencinya dan berpaling darinya, dan mengucilkannya serta mengingkari hak dan tanggungjawabnya”.Dalam tiga hari ini semua orang membicarakan tentang bayi yang lahir di dalam Ka’bah, apalagi tentang tidak dapat terbukanya kunci yang dipasang di pintu Ka’bah, dan terbelahnya sebagian tembok Ka’bah di siang hari dan disaksikan oleh orang-orang kafir.

Cahaya Ali Terbit dipelukan Rasulullah saw
Suatu pagi hari rabu di hadapan khalayak yang menunggu sambil duduk, tiba-tiba tembok Ka’bah terbelah kembali dari tembok sebelumnya dengan kadar yang mencukupkan Fathimah dan anaknya bisa keluar dari dalam Ka’bah. Dan seluruh masyarakat memandangnya dan sebelum ada seorangpun yang bertanya kepadanya, Fathimah binti Asad mengungkapkan segala peristiwa yang terjadi di dalamnya, mulai dari keangungan bayi yang dilahirkannya, tentang makanan surga yang dihidangkan padanya dan nama bayi yang dilahirkannya adalah Ali itupun dikarenakan panggilan dari langit.Abu Thalib dan Rasululluh mendatangi Fathimah binti Asad yang sedang menggendong bayinya, Ali as berkata: Salam atasmu wahai ayahku, semoga rahmat dan berkahnya tercurah kepadamu, Abu Thalib menjawab: “Salam atasmu wahai anakku, semoga rahmat dan berkahnya tercurah padamu, dan kemudian mengendongnya. Amirul Mukminin as membuka kedua mata sucinya dan memandang wajah suci rasulullah saw kemudian tersenyum dan mengerak-gerakkan anggota badannya, seraya berkata: “Salam atasmu, semoga rahmat Allah dan berkahnya tercurah padamu, gendonglah aku”Rasulullah saww setelah menjawab salamnya langsung mengambil dan mengendongnya, dan diletakkan ditangannya. Ketika itu Amirul Mukminin meletakkan tangan kanannya ke telinganya dan mengumandangkan azan dan iqamah, dan bersaksi akan keesaan Tuhan dan kenabian nabi Muhammad saww. Kemudian meminta izin kepada Rasul untuk membacakan kitab-kitab samawi, setelah diizinkan beliau meratakan dadanya dan membaca sesuatu yang tercantum di dalam suhuf Adam, Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa. Kemudian membaca salah satu ayat dari Alquran yaitu surah almukminun “qod aflahal mukminun…” yang ketika itu belum diturunkan. Kemudian dalam pelukan Rasulullah beliau dibawa ke rumah Abu Thalib as.Fathimah binti Asad berkata: Hari ketika aku keluar dari Ka’bah, dan anakku aku berikan kepada Rasululullah, beliau membuka mulut Ali as dengan lidahnya dan memberikan air ludah suci beliau dan mengumandangkan azan di telinga kanannya dan iqamah ditelinga kirinya kemudian beliau bersabda: “Bayi ini lahir dengan fitrahnya”. Kemudian Abu Thalib mengadakan walimah atau selamatan besar-besaran, atas kelahiran anaknya Ali bin Abi Thalib, dan mengundang seluruh warga untuk bertawaf tujuh kali dan kemudian memberikan salam kepada Ali as.

Mutiara Hadis:

Salah satu doa Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam:


اَللّهُمَّ يَاحَيُّ يَاقَيُّوْمُ، بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، وَ مِنْ عَذَابِكَ أَسْتَجِيْرُ، أَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ، وَ لاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ، وَلاَ إِلَى أَحَدٍ مِنْ خَلْقِكَ طَرْفَةَ عَيْنٍ.

Artinya:
Ya Allah, wahai yang hidup abadi, yang terus-menerus mengurus makhluk-Nya, dengan rahmat-Mu aku memohon pertolongan, dan dari siksa-Mu aku memohon perlindungan. Bereskanlah segala urusanku, dan jangan Kau pasrahkan aku kepada diriku atau kepada seorang pun dari makhluk-Mu, walau sekejap mata.

Nasehat ;
Tertundanya pengabulan setelah engkau merengek-rengek meminta, jangan sampai membuatmu putus asa. Sebab Allâh telah menjamin akan mengabulkan dengan apa yang Ia pilihkan, bukan yang engkau pilih; pada waktu yang Ia kehendaki, bukan waktu yang kau kehendaki. (Ibn ‘Athâ‘illâh). Sejak dari janin sampai ajal menjemput, manusia selalu berada dalam pengurusan Allâh seakan ia adalah satu-satunya makhluk ciptaan-Nya, tapi dalam menjalani kehidupan ini manusia mengabdi kepada Allâh dengan cara seakan-akan ada tuhan-tuhan lain selain-Nya. Cinta kasih ibu bapak kepada bayinya yang begitu besar tidak ada artinya dibandingkan dengan cinta kasih Allâh kepada hamba-Nya.

Maulid Simthut Duror

powered by

H.Afif bersama Habib Syech

H.Afif bersama Habib Syech
Beliau adalah salah satu anggota jammah serta perintis AHBABUL MUSTHOFA Jepara yang selalu aktif dalam bersyi'ar bersama Habib Syech Bin Abdulqodir Assegaf. Beliau membuka rumahnya dan menerima tamu siapaun yang datang untuk bertemu sang guru tercinta.

Habib Syech Bin Abdulkadir Assegaf

Habib Syech Bin Abdulkadir Assegaf
Beliau adalah pendiri dan pengasuh majelis ta'lim, zikir, dan sholawat Ahbabul Musthofa Jawa tengah. Habib kelahiran Solo, 20 September 1961 ini juga pendiri FOSMIL. Habib Syech memiliki satu putri dan empat orang putra. Beliau tinggal di Jl.KH.Muzakir-Gg.Bengawan Solo VI No.12 Semanggi Kidul - Solo 57117

Habib Syech Bin Abdulkadir Assegaf

Habib Syech Bin Abdulkadir Assegaf
by : Gendar

Habib Syech Bin Abdulkadir Assegaf

Habib Syech Bin Abdulkadir Assegaf
by : Gendar

Ashab

Ashab
M.Syarif bin Alwy Al-Habsyi. Sahabat habib Syech paling lama yang setia mengikuti da'wah habib. Ia juga aktifis dan pengurus FOSMIL Surakarta.

Ashab

Ashab
Hasan bin Ahmad Assegaf

Ashab

Ashab
Ahmad bin Alwy Al-Banjari. Adalah seniman lukis dan kaligrafi arab yang menjadi salah satu sahabat habib Syech.

Ashab

Ashab
Hasan F. bin Abdullah Al-Habsyi

Ashab

Ashab
Helmi Fuad bin Husin Assegaf


Profil Singkat Dan Nasehat Habib Lutfi Bin Yahya


Al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya Ba’Alawy Pekalongan, Ketua Jam'iyyah Ahlut Tariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyyah (JATMN), organisasi di bawah NU yang mengkoordinasi jemaah tarekat Mu'tabarah.
Seorang muslim agar mendapatkan keselamatan Insya ALLAH, di dalam agama, dunia dan akhirat haruslah memegang teguh beberapa prinsip ini.
Pegang teguh teladan salaf shalihin
Baik itu thariqah-nya, akhlaknya, amal salehnya. Pegang teguh dan kuat mantap, walaupun kamu sampai sulit dan kere (sangat miskin) tetaplah teguh memegang teladan Salaf Shalihin. Gigit kuat dengan gerahammu, jangan dilepas jika kamu ingin selamat dan mendapat ridho-Nya. Jadikanlah keimanan sebagai Imam bukan akal yang menjadi ujung tombaknya. Hati-hati di akhir jaman ini, akan dan sudah banyak muncul paham dan orang-orang yang lebih mengedepankan akal-rasio-logika dibandingkan imannya. Seharusnya Iman menjadi imamnya, akal & logika menjadi makmumnya, mengikuti iman. Tinggalkan pendapat orang-orang yang mengedapankan akalnya dibanding imannya. Percuma dan sia-sia waktumu jika menanggapi orang-orang yang demikian, kamu akan rugi dunia akhirat. Karena bagaimana mungkin akal manusia bisa menerima seluruh kebesaran khazanah kerajaan Allah SWT, hanya keimanan yang dapat menerima kebesaran AllahSWT. Ziarah shalihin.
Baik yang sudah wafat maupun yang masih hidup, dan kuatkan tali ikatan silaturahim. Berziarah (mengunjungi) kaum shalihin jangan hanya ketika ada maunya, kalau ada perlunya saja. Hal itu baik tidak terlarang, tetapi kurang kemanfaatannya untuk jangka panjang. Hanya untuk kebutuhan-manfaat sesaat belaka, sungguh sangat disayangkan. Tetapi alangkah baiknya kita berziarah sholihin itu karena mahabbah ilaa mahbub, kecintaan kepada yang dicintai. Kalau hal ini dijalin dengan baik maka ia akan mendapat limpahan madad (pertolongan), sirr asrar (rahasia) dan jaah (essence, intisari) dari ziarahnya. Dan sering silaturahmi itu menimbulkan kecintaan dan keridhoan Allah SWT kepada orang yang menjalin hubungan silaturahmi, sehingga rahmat dan berkah serta maghfirah Allah SWT terlimpah kepadanya. Jauh dari bala’, musibah, penyakit dan diberi kelancaran rezeki. Insya Allah.

Minggu, 06 Desember 2009

new-image

Persembahan dari Guru Mulia Habib Syekh Bin Abdul Qadir Assegaf Solo.

1. Habib Syech Abdul Qodir Assegaf - Yaa Arhamarrahimiinn
2. Habib Syech Abdul Qodir Assegaf - Yaa Maulidal Musthofa
3. Habib Syech Abdul Qodir Assegaf - Yaa Syayyidarrasul Yaa Tohir
4. Habib Syech Abdul Qodir Assegaf - Yaa Robbi Yaa AlimulHal
5. Habib Syech Abdul Qodir Assegaf - Bi Rojauka
6. Habib Syech Abdul Qodir Assegaf - Bijahil Musthofalmuchtar
7. Habib Syech Abdul Qodir Assegaf - Binafsi Afdii
8. Habib Syech Abdul Qodir Assegaf - Busyrolanaa
9. Habib Syech Abdul Qodir Assegaf - Dunuunii
10. Habib Syech Abdul Qodir Assegaf - Lighoiri Jamalikum
11. Habib Syech Abdul Qodir Assegaf - Maulana Yaa Maulanaa
12. Habib Syech Abdul Qodir Assegaf - Qod Tamammallahu maqosyidana
13. Habib Syech Abdul Qodir Assegaf - Sholawatullohi Taghsya
14. Habib Syech Abdul Qodir Assegaf - Yaa Dzaljalaali Wal Ikraam
15. Habib Syech Abdul Qodir Assegaf - Yaa Laqolbi
16. Habib Syech Abdul Qodir Assegaf - Yaa Latifa Bilibad
17. Habib Syech Abdul Qodir Assegaf - Yaa Maulidal Musthofa
18. Habib Syech Abdul Qodir Assegaf - Yaa Rasulalloh Salamun Alaik
19. Habib Syech Abdul Qodir Assegaf - Yaa Robbi Makkah
20. Habib Syech Abdul Qodir Assegaf - Yaa Robbibil Musthofa
21. Habib Syech Abdul Qodir Assegaf - Yaa Nabi Salam

Edisi Yang Pertama:

1. Chabib Syech Abdul Qodir Assegaf - Ya Habib
2. Chabib Syech Abdul Qodir Assegaf - Qowiyah
3. Chabib Syech Abdul Qodir Assegaf - Ya Alloh Biha
4. Chabib Syech Abdul Qodir Assegaf - Maqoshidna
5. Chabib Syech Abdul Qodir Assegaf - La Ilaha Ilallah
6. Chabib Syech Abdul Qodir Assegaf - Ya Ala Batin Nabi

Rabu, 02 Desember 2009

Potret Ulama Habaib Tercinta

"Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan noda-dosa dari kamu wahai Ahlul Bait dan mensucikan kamu sesuci-sucinya."
(Al-Ahzab: 33)

"Berziarahlah kamu kepada orang-orang soleh! Kerana orang-orang soleh adalah ubat hati."

(Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas)

"Seindah-indahnya tempat di dunia adalah tempat orang-orang yang soleh, kerana mereka bagai bintang-bintang yang bersinar pada tempatnya di petala langit."

(Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad)




Ulama Habaib Yang Kucintai & Kagumi

Ulama Habaib Yang Kucintai & Kagumi
Habib Muhammad bin Husein Al-Aidrus

Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki

Habib Anis bin Alwi Al-Habsyi

Habib Alwi Thahir Al-Haddad

Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi

Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki - Sebuah Slide Potretnya

Akhlaqul Karimah - Haddad Alwi & Sulis